Hijrah Tak Pernah Usai: Menyambut Muharam dengan Jiwa Baru
Setiap kali kalender Hijriyah berputar dan kita memasuki bulan Muharam, kita disapa oleh momen penting yang sering kali terlewatkan oleh sebagian besar umat Islam: Tahun Baru Islam. Tidak ada kembang api, tidak ada pesta, tapi ada makna mendalam yang bisa direnungi. Muharam bukan sekadar angka baru dalam kalender, ia adalah ajakan untuk hijrah, untuk berubah, dan untuk membaca ulang sejarah dengan mata hati.
Muharam dan Jejak Hijrah: Lebih dari Sekadar Perpindahan Tempat
Bulan Muharam ditetapkan sebagai pembuka tahun Hijriyah oleh Khalifah Umar bin Khattab. Padahal, peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw. ke Madinah sendiri terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal. Lalu, mengapa bukan Rabi’ul Awwal yang menjadi awal kalender Islam?
Alasannya sederhana tapi mengandung filosofi dalam. Sebagaimana dijelaskan oleh ulama besar seperti Ibn Hajar al-‘Asqalānī, rencana hijrah dimulai sejak Bai’at Aqabah kedua, di penghujung Dzulhijjah. Niat hijrah itu ditetapkan untuk diwujudkan pada bulan berikutnya, Muharam. Maka, Muharam bukan hanya bulan kosong, tapi bulan tekad dan awal perubahan besar.
Inilah makna hijrah yang sejati. Hijrah bukan hanya soal berpindah tempat, tetapi berpindah cara pandang, meninggalkan yang buruk menuju yang lebih baik, dari gelap menuju cahaya. Dan setiap tahun, Muharam mengingatkan kita untuk melakukan hijrah dalam diri.
Refleksi Muharam di Zaman Sekarang: Tantangan Umat, Tantangan Individu
Kini, kita hidup di era yang sangat berbeda dengan zaman Nabi. Tantangan umat Islam bukan lagi serangan fisik di medan perang, tetapi godaan gaya hidup instan, krisis identitas, minimnya keteladanan, serta gempuran informasi dan budaya global yang membuat batas halal-haram makin kabur. Dunia maya tak lagi jadi tempat sekadar hiburan, tapi juga arena peperangan nilai dan akidah.
Di tengah semua itu, Muharam mengajak kita kembali kepada jati diri Islam, untuk bertanya:
- Sudahkah kita berhijrah dari malas belajar ke semangat mencari ilmu?
- Sudahkah kita meninggalkan kebiasaan konsumtif menuju hidup yang produktif?
- Sudahkah kita memutus rantai kebencian dan memulai persaudaraan?
Hijrah di zaman ini bisa berarti berani berkata jujur di tengah budaya tipu-tipu, konsisten salat di tengah kesibukan dunia, berani berbeda di tengah arus yang menyamaratakan semuanya, dan mengutamakan ukhuwah daripada ego kelompok atau identitas politik.
Muharam: Bulan yang Dimuliakan, Momentum yang Dihidupkan
Nabi Muhammad saw. menyebut Muharam sebagai salah satu dari empat bulan suci (al-asyhur al-ḥurum), bulan yang Allah muliakan. Di bulan ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak amalan saleh: puasa sunnah terutama di hari 'Āsyūrā’ (10 Muharam), memperbanyak sedekah, membaca Al-Qur’an, berdoa di awal bulan, dan meningkatkan perhatian kepada keluarga.
Ulama seperti ‘Abd ar-Raḥmān aṣ-Ṣafūrī mencatat dalam kitabNuzhat al-Majālisbahwa banyak peristiwa besar para Nabi terjadi di bulan ini, mulai dari tobat Nabi Adam diterima, Nabi Nuh selamat dari banjir, Nabi Ibrahim diselamatkan dari api, hingga Nabi Muhammad menikah dengan Khadijah. Semua ini bisa menjadi inspirasi agar Muharam tidak dilewati begitu saja tanpa makna.
Mari Jadikan Muharam sebagai Bulan Perubahan dan Persaudaraan
Hijrah Nabi bukan hanya soal perpindahan fisik, tapi juga strategi membangun peradaban. Salah satu langkah penting Nabi di Madinah adalah mempersaudarakan kaum Muhājirīn (pendatang dari Makkah) dengan kaum Anṣār (tuan rumah di Madinah). Persaudaraan ini bukan sekadar seremoni, tapi nyata, hidup serumah, saling berbagi, bahkan mewariskan harta.
Dari sini kita belajar: umat yang besar tak akan bisa berdiri tanpa persatuan dan kasih sayang. Di era polarisasi seperti sekarang, kita sangat butuh semangat ini. Saatnya menghidupkan kembali ruh ukhuwah: menghapus prasangka, memperkuat silaturahmi, dan saling mendoakan, bukan saling menjatuhkan.
Tahun Baru Islam, Waktu Memulai Ulang
Setiap tahun kita diberi kesempatan untuk membuka lembaran baru. Tahun baru Islam bukan soal ganti kalender di dinding, tapi soal mengganti cara kita melihat hidup. Mari jadikan Muharam sebagai momentum untuk:
- Memperbaiki niat dan amal;
- Memperkuat ukhuwah dan komitmen dakwah;
- Serta membangun diri yang lebih kuat di tengah zaman yang penuh tantangan.
Karena sejatinya, hijrah tidak berhenti di Madinah, tapi terus berjalan di hati setiap Muslim.
Selamat Tahun Baru Islam. Selamat berhijrah menuju kebaikan.
Wallāhu a‘lam.